Mengungkap Realitas Kekerasan Adat di Indonesia: Pentingnya Mengkritisi, Menangani, Menyikapinya

Gadis Arvia
2 min readMar 31, 2024

--

Indonesia, merupakan negara dengan keberagaman suku, ras, agama, budaya, dan tradisinya, seringkali dipandang sebagai negara yang kaya akan warisan budaya yang luar biasa. Namun, di balik keindahan tersebut, terdapat realitas yang sesungguhnya kurang menyenangkan yakni berkaitan dengan isu kekerasan adat. Kekerasan adat, yang seringkali tersembunyi di balik tradisi dan norma sosial, merupakan tantangan serius yang harus kita hadapi sebagai masyarakat yang ingin hidup dalam harmoni dan kesetaraan.

Kekerasan adat adalah bentuk kekerasan yang terjadi sebagai bagian dari praktik tradisional atau kebiasaan masyarakat tertentu. Ini termasuk berbagai praktek seperti perkawinan paksa, sunat perempuan, hukuman adat yang kejam / tidak manusiawi, pengusiran dari komunitas, dan pemaksaan norma-norma patriarki yang merugikan perempuan. Sayangnya, kekerasan adat masih menjadi kenyataan yang sering diabaikan di Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan terpencil.

Salah satu bentuk kekerasan adat yang masih banyak terjadi di Indonesia adalah perkawinan paksa, di mana perempuan dipaksa untuk menikah tanpa persetujuan mereka sendiri. Hal ini sering kali terjadi karena tekanan budaya, sosial, kemiskinan, relasi kuasa yang menekan perempuan, dan pandangan yang menganggap perempuan sebagai properti yang harus ditentukan oleh laki-laki di keluarga mereka. Selain itu, hukuman adat yang kejam terhadap perempuan juga masih menjadi kenyataan di beberapa daerah, dengan alasan menjaga “kehormatan” maupun “tradisi” lokal.

Mengkritisi kekerasan adat adalah langkah penting dalam memerangi ketidakadilan dan diskriminasi gender. Pertama-tama, kita perlu mengenali dan memahami bahwa kekerasan adat bukanlah bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan, tetapi merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan sangat merugikan perempuan secara fisik dan mental. Kita perlu berani mengkritisi praktek-praktek yang merugikan tersebut, baik secara individu maupun sebagai masyarakat.

Selain itu, pendidikan dan kesadaran masyarakat juga penting dalam mengkritisi kekerasan adat. Melalui pendidikan yang berperspektif gender, inklusif dan menyeluruh, kita dapat membangun pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak individu dan pentingnya kesetaraan gender. Para akademisi, masyarakat, pemerintah (politik), tokoh agama, psikolog, dan dokter perlu bekerja sama berdiskusi dan mengkaji secara kritis budaya atau adat istiadat yang dianggap sudah tidak relevan, tidak bermanfaat, dan berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental perempuan dan anak. Hal ini sangat penting untuk memahami, menyadari, dan membuka pikiran kita secara lebih rasional dalam membantu mengubah norma-norma budaya yang merugikan perempuan, sehingga mendorong perubahan positif dalam masyarakat.

Menangani dan menyikapi kekerasan adat membutuhkan kerja sama dari semua pihak, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak, termasuk dengan mengeluarkan kebijakan dan undang-undang yang melindungi korban kekerasan adat dan menghukum pelaku kekerasan.

Selain itu, lembaga masyarakat sipil juga memiliki peran penting dalam memberikan dukungan kepada korban kekerasan adat, termasuk dengan menyediakan layanan kesehatan, konseling, dan bantuan hukum. Masyarakat juga perlu dilibatkan secara aktif dalam mendukung perubahan sosial yang positif, dengan menolak praktek-praktek kekerasan adat dan mempromosikan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan.

Kekerasan adat adalah tantangan serius yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu mengkritisi, menangani, dan menyikapinya secara aktif. Melalui kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua pihak, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan menghormati hak asasi manusia bagi semua individu yang utuh, tanpa memandang jenis kelamin atau latar belakang budaya.

--

--

Gadis Arvia

Akhirnya bergerak karena inspirasi, beraksi karena sadar diri.